Siang itu disaat aku sedang sendirian di kamar, lelah setelah setengah hariaan kuliah, ada seseorang yang mengetuk pintu kamarku.
Tok…tok..tok… (penting buat ditulis nggak sih…??? Hehehe.. )
“Siapa???” Tanyaku
“Ini Zee, mba…” jawabnya
“Oh Zee… masuk Zee…”
Pintu pun ia buka. “Mba lagi sibuk?” tanyanya
“Ah, nggak… biasa aja… Masuk Zee… Ada apa?”
Dia lah Zee, salah satu adik lorongku yang baru sekitar satu bulanan ini aku kenal. Dia anaknya cantik, manis, kecil, tidak memakain kerudung, cara jalannya anggun, tapi lumayan pelan (kayak putri solo gitu deh.. hehe..). Aku lumayan dekat dengannya, karena dulu waktu awal pertama dia masuk, dia sudah mengambil perhatianku dengan aktif saat kumpul- kumpul bareng di lorong.
“Mba, aku boleh curhat nggak??” pintanya
“Oh ya, tentu saja boleh, ada apa Zee..??”
“Hm.. tapi mba jangan marah atau kaget yah…”
“Oke deh… ”
Setelah sebelumnya berbasa-basi terlebih dahulu, menanyakan kabar tentangnya dan menawarinya beberapa makanan kecil untuk cemilan. Kemudian ia melanjutkan..
“Mba, kenapa sih kita nggak boleh pake baju tank top atau celana pendek di lorong, ataupun di kamar. Padahalkan sah-sah aja mba..”
“Ho… itu yang mw Zee curhatin… Emangnya kenapa Zee??? Zee merasa terganggu dengan adanya peraturan seperti itu??” Aku mulai menganalisis pemikiran adikku yang satu ini dengan memancingnya terlebih dahulu. Diharapkan dengan begitu aku bisa tau, penjelasan apa yang akan aku beri untuk selanjutnya.
“Ya… nggak oke ajah mba, masa’ kayak gitu-gitu ajah dilarang. Bla… Bla… Bla… Bla… “
“Oke, begini ya Zee…”
Aku pun mulai menerangkan dengan bahasa yang sejelas dan seringan mungkin yang aku harap dapat ia cerna. Mengenai kita yang sebaiknya tidak melihat aurat teman kita, ataupu sebaliknya memperlihatkan aurat kita kepada orang lain. Karena kita harus memiliki malu, dan bla… bla… bla…
“Dan yang paling ditekankan juga ya Zee, kan takutnya ada yang suka gitu liat-liat aurat sesamanya, trus nanti menimbulkan perasaan yang gimana gitu. Alias suka lawan jenis alias Lesbi untuk wanita, dan homo untuk laki-laki”
“Ho… gitu ya mba… Eh mba, emang katanya ada anak TPB tahun kemaren ada yang ketauan lesbi dai asrama ya mba?”
“Hm… Zee kata siapa??”
“Yah… denger-denger aja sih mba. Kan di asrama berita sekecil apapun cepat meneyebar.”
“Wah… gitu yah… Mba sendiri kurang begitu tau tuh Zee.” Aku pura-pura nggak tahu untuk menghindari pergunjingan.
Dan setelah penjelasanku yang panjang kali lebar sama dengan luas. Dan pertanyaannya yang panjang kali lebar kali tinggi sama dengan volume (lho…???), aku pun bertanya lebih serius
“Emang kenap sih Zee…???”
“Em… Hm… Iya mba, soalnya aku salah satu diantaranya.”
“Maksudnya??? Mba nggak ngerti.”
“Iya mba, aku LESBI.”
JEJRENG….!!! JDER… JDER… JDER… (Ceritanya backsound orang kaget gituh )
Bagaikan tersambar petir di siang hari bolong (emang ada yah hari yang bolong…??? Lebay mode*on) or bagai ditodongkan pistol sama perampok yang kita siap mati ditembak oleh si penjahat itu kapan ajah (Ngebayangin suasana koboi yang sering ada nembak-nembak gitu… Halah….!!! Lebih lebay mode*on )
“Ho… gitu ya Zee…”
Dalam hati mah udah takut, ngeri, kacau balau, klenger, keder, dag dig dug, semrawut, dll dah… (Takutnya, jangan-jangan dia suka sama aku lagi… Hahahaha… GR bgt!!! ) Tapi, walau dalam hatiku gitu, diluar tetep stay cool (tampang muka innocent gitu dah…)
“Iya mba… trus pendapat mba gimana…” tanyanya
Sumpah!!! Ini adalah permasalah paling berat pertama yang aku rasain selama karierku menjadi seorang SR (lebay lagi ). Hm… klo cuma nanya ece2 doang mah, gampang aku cari solusinya, tapi permasalahan ini, aku bener-bener baru pertama mengalaminya dan hebatnya, aku mendengarnya langsung dari si korban, eh salah, si pelaku! Dan, aku bingung harus menyampaikan apa. Tapi bukan SR namanya klo tidak memberikan solusi.
“Hm… Ko bisa…???”
Dan akupun mulai menginterogasinya, mulai dari kenapa dia seperti itu, sejak kapan dia melakukan sepert itu, dan dengan siapa dia melakukannya, dan lain lain, dan sebagainya… (boros bgt tuh kata-kata!)
“Aku seperti ini sudah sejak SMA, saat itu aku sendiri nggak tau, perasaan ini tiba-tiba ada. Aku menyukai sahabatku sendiri. Saat dia sedih, senang, terluka, dia selalu curhat denganku, dan akupun merasakan apa yang dia rasakan. Yah… dulu aku pikir itu wajar, namanya juga sahabat. Tapi lama kelamaan, rasa ingin memilikinya berlebihan. Aku nggak mau kehilangan dia, aku akan melakukan apa saja untuk membuatnya bahagia.”
“Aku begini karena aku benci dengan semua lelaki. Ini gara-gara perlakuan kasar ayahku yang suka mukulin ibu, dan juga aku. Aku benci dia!!!
Penjelasan itu mengalir begitu saja dari mulutnya. Akupun mendengarkannya dengan seksama.
“Ho… jadi waktu malem-malem mb liat Zee nangis di tangga sambil nelpon, trus Zee bilang itu telpon dari pacarnya Zee, itu juga…” tanyaku
“Ya, dia juga cewek. Dia kuliah di Medan”
Wow… betapa menakjubkannya orang-orang ini. Bayangkan, adik lorongku , Zee yang aku anggap lemah (karena dia lebih mirip putrid solo dalam berbagai hal), nggak gaul, dan nggak neko-neko ini adalah orang Jawa asli, dan dia berpacaran dengan sesama lesbi yang tinggalnya di Medan. Tanpa pernah ketemu sama sekali, hanya lewat telpon dan sms. Mereka berkenalan di dunia maya.
“Iya mba, kita punya perkumpulan sendiri di internet. Jadi, dengan kita memasukkan beberapa keywords, kita langsung bisa berhubungan dengan sesama lesbi dimanapun kita berada.” jelasnya
Hohoho… aku seperti mendengarkan kuliah dosen. Yah… Sambil menyelam minum air-lah (awas… ntar kembung ) Maksudnya, sambil mendengarkan dia curhat, ternyata ada tambahan ilmu baru tentang dunia abu-abu itu (Dunia abu-abu… hm…??? Mikir mode*on)
“Hm… btw, by the way, bus way… di lorong ini, ada yang kamu sukai nggak…??? (Jangan-jangan dia suka sama aku… )
“Ada mba.”
JEJRENG…. (backsound-nya oke kan…??? )
Tuh kan, aku mulai dag dig dug… Beneran nih, jangan-jangan dia suka sama aku. (Hahahaha… ngarep bgt!!! Tapi takut juga sih klo disukain sama lesbi.)
Tapi aku memilih untuk tidak mengetahuinya lebih jauh, siapa yg disukainya di lorongku. Dalam hatiku aku hanya bertekad untuk mewanti-wanti adik-adik lorongku yang lain agar selalu waspadalah… waspadalah… waspadalah… (Lho, ko jadi Bang Napi…???)
“Zee mau sembuh…???” dialogku dengannya terus berlanjut
“Nggak mba…”
GUBRAK…!!! Bukan jawaban yang aku harapkan!
“Kenapa?” Selidikku lebih jauh
“Aku enjoy ko mba begini.”
“Hm… Zee udah pernah denger kisahnya Nabi Luth belum???”
“Udah mba…”
“Terus, Zee nggak takut akan adzab Allah…???”
“Hm… gimana ya mba, takut juga sih. Tapi…”
Dia menjelaskan alasan-alasannya padaku, dan akupun mulai menyerangnya dengan dalil-dalil Al-Quran yang aku tahu, aku berbagi cerita detail tentang kisah Nabi Luth, dan lain-lain, dan sebagainya..
“Nah, gimana Zee…”
“Hm… liat nanti deh mba…”
Setelh itu, kami membicarakan hal lain. Perasaannya di kamar, perasaannya kuliah di IPB, dan tentu saja perasaannya tinggal di asrama.
“Aku paling nggak suka sama si “X” mba…”
“Kenapa…???”
“Soalnya dia sering ngejemur celana dalam dan BH tepat di tempat tidurku yang letaknya di bawah”
JEJRENG… (lagi…???) OMG…!!!
“Dia nggak tau apah, kayak gitu kan bikin aku terangsang.”
Haduh…haduh…haduh… Aku bingung sendiri.
“Oke deh, ntar mba main ke kamar, n nyuruh si “X” biar nggak ngejemurnya lagi di kamar. Oke…??”
Selanjutnya obrolan kami aku sensor dalam tuisan ini, karena ini menyangkut pribadi perempuan…
“Mba, makasih yah udah dengerin aku. Aku harap mba nggak akan benci sama aku karena aku kayak gini.” ujarnya
“Insya Allah nggak” jawabku sambil memberikan senyumku yang temanis untuknya…
Tapia pa yang terjadi setelah ia keluar dari kamarku…??? Aku uring-uringan sendiri, aku mondar-mandir kesana kemari. Pusing, bingung, dan nggak tau harus gimana kedepannya, karena jujur, masalah ini baru aku rasain sendiri, dan pasti nggak ada SR lain yang mengalaminya seperti aku mengalaminya.
Aku pun meminta banyak pendapat dari SR lain apa yang harus aku lakukan.. (mba-mba SR, makasi yah atas saran-saran yang diberikan untuk menangani adik lorongku yang satu itu…). Juga tentu saja, aku meminta saran dari Pak Bonny dalam menghadapi permasalahanku.
Aku pun melaksanakan beberapa terapi untuknya. Mendekatkan dia kepada Allah, mengajaknya untuk shalat bareng, membaca Al-Qur’an bersama, dan memberinya beberapa buku bacaan yang menyangkut pribadinya yang Lesbi tersebut. Walau, setelah dia cerita, aku sempat illfeel padanya, tapi itu nggak lama, karena aku sadar, disini aku adalah SR yang seharusnya mengayomi dan mengajaknya kembali ke jalan yang benar.
Sayangnya, sebelum aku memaksimalkan usahaku untuk menyembuhkannya (Jika boleh itu disebut sebagai sebuah penyakit), dipertengahan semester dia keluar dari IPB, karena dia sakit yang membuatnya tidak ingin mekanjutkan kuliahnyalagi di IPB.
Sedih sekali rasanya saat berpisah dengannya. Karena aku merasa, aku belum melakukan apa-apa untuknya. Aku hanya bisa berdoa, semoga disana dia menemukan jalan terbaiknya, dan bisa sembuh dari penyakitnya tersebut.
Kamar 14 A1
Selasa, 22 Juni 2010
Diselesaikan pukul 05:04 waktu di laptopku
Selasa, 06 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar